Tujuan Pembelajaran pada Unit ini
:
Pada unit ini peserta didik
diharapkan mampu membandingkan cara pandang para pendiri bangsa tentang rumusan
dan isi Pancasila. Termasuk di dalamnya juga pandangan para pendiri bangsa
tentang hubungan agama dan negara terkait frasa “Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam Piagam Jakarta.
IDE-IDE PENDIRI BANGSA
TENTANG NEGARA MERDEKA
Sejarah
mencatat perjuangan bangsa Indonesia untuk keluar dari penjajahan melewati fase
panjang. Dalam catatan sejarah disebutkan setelah Jepang menyatakan perang
dengan menyerbu pangkalan militer Ameriak Serikat di Pearl Harbour di kepulauan
Hawai, Jepang selanjutnya melakukan invasi kewilayah Asia termasuk ke Indonesia
yang saat itu dukuasi oleh Belanda. Setelah melalui serangkaian pertempuran akhirnya
Belanda menyerah kepada jepang, kekalahan Belanda atas Jepang dalam perang Asia
Timur Raya menyebabkan bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan Belanda menuju
ke penjajahan Jepang. Jepang dapat menguasai wilayah Indonesia setelah Belanda
menyerah di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8 Maret 1942. Jepang menggunakan
sejumlah semboyan, seperti “Jepang Pelindung Asia”, “Jepang Cahaya Asia”,
“Jepang Saudara Tua”, untuk menarik simpati bangsa Indonesia.
Namun,
kemenangan Jepang ini tidak bertahan lama, karena pihak Sekutu (Inggris, Amerika
Serikat, dan Belanda) melakukan serangan balasan kepada Jepang untuk merebut
kembali Indonesia. Sekutu berhasil menguasai sejumlah daerah. Mencermati situasi
yang semakin terdesak tersebut, pada peringatan Pembangunan Djawa Baroe pada 1
Maret 1945, Jepang mengumumkan rencananya untuk membentuk Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPK).
Jepang
pun mewujudkan janjinya dengan membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPK) pada 29 April 1945 bersamaan dengan
hari ulang tahun Kaisar Hirohito, atas izinPanglima Letnan Jenderal Kumakichi
Harada. Di dalam BPUPK, terdapat dua badan; 1) Badan Perundingan atau Badan
Persidangan, 2) Kantor Tata Usaha atau sekretariat. Badan Perundingan diisi
oleh seorang kaico (ketua), dua orang fukukaico (ketua muda atau wakil ketua)
dan 62 orang iin atau anggota. Termasuk juga dalam BPUPK ini adalah 7 orang
Jepang berstatus sebagai pengurus istimewa yang bertugas mengawasi.
BPUPK
sendiri diketuai oleh KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan Wakil Ketua
Ichibangase Yosio dan Raden Pandji Soeroso. BPUPK ini melaksanakan 2 kali sidang;
1) 29 Mei-1 Juni 1945 membahas tentang Dasar Negara, 2) 10-17 Juli 1945 membahas
tentang Rancangan Undang-Undang Dasar.
Berdasarkan
sejumlah naskah, ada sejumlah tokoh yang turut menyampaikan pidato pada sidang
pertama BPUPK, 29 Mei-1 Juni 1945. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada
sidang pertama BPUPK selama empat hari, terdapat 32 anggota BPUPK yang
menyampaikan pidato, yaitu: 11 orang pada 29 Mei, 10 orang pada 30 Mei, 6 orang
pada 31 Mei, serta 5 orang pada 1 Juni 1945.
Koleksi
Pringgodigdo menyebutkan beberapa nama yang berpidato pada 29 Mei 1945, yaitu:
Margono, Sosrodiningrat, Soemitro, Wiranatakoesoema, Woerjaningrat, Soerjo,
Soesanto, Soedirman, Dasaad, Rooseno, dan Aris. Sementara itu, pada 30 Mei
1945, ada sembilan tokoh yang berpidato pada sidang BPUPK, yaitu: M. Hatta, H.
Agoes Salim, Samsoedin, Wongsonagoro, Soerachman, Soewandi, A. Rachim, Soekiman,
dan Soetardjo. Adapun pada sidang BPUPK tanggal 31 Mei 1945, ada empat belas
tokoh yang menyampaikan pidato, yaitu: Soepomo, Abdul Kadir, Hendromartono, Mohammad
Yamin, Sanoesi, Liem Koen Hian, Moenandar, Dahler, Soekarno, Ki Bagoes
Hadikoesoemo, Koesoema Atmaja, Oei Tjong Hauw, Parada Harahap, dan Boentaran.
Sementara pada tanggal 1 Juni, anggota BPUPK yang menyampaikan pidato di
antaranya Baswedan, Mudzakkir, Otto Iskandardinata, dan Soekarno.
Sekurang-kurangnya
terdapat tiga pokok bahasan dalam sidang BPUPK berkenaan dengan dasar negara,
yaitu: 1), apakah Indonesia akan dijadikan sebagai negara kesatuan atau negara
federal (bondstaat) atau negara perserikatan (statenbond), 2), masalah hubungan
agama dan negara, dan 3), apakah negara akan menjadi republik atau kerajaan.
Selain
mendiskusikanz secara lisan (pidato), para anggota BPUPK juga diminta
memberikan usulan secara tertulis untuk kemudian diserahkan ke sekretariat atau
Kantor Tata Usaha. Untuk menampung berbagai usulan pemikiran para pendiri
bangsa, dibentuklah panitia kecil yang berjumlah delapan orang.
(
bersumber dari : Buku Siswa X PPKn Kurikulum Sekolah Pengerak)