Thursday 26 February 2015

Menelusuri Dinamika Demokrasi dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara

Pada kesempatan kali ini, penulis mencoba menguraikan dinamika demokrasi di Indonesia semoga tulisan ini dapat bermanfaat serta akan lebih bermanfaat pula jika para pembaca membantu penulis untuk meng klik salah satu iklan/sponsor yang tampil di halaman blog ini...terimakasih

Hakikat Demokrasi
1. Makna Demokrasi
    Tentu saja jika kita mendengar istilah Demokrasi akan langsung teringgat bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ( Abraham Lincoln). Sebagai sebuah konsep politik, demokrasi adalah landasan dalam menata sistem pemerintahan negara yang terus berproses kearah yang lebih baik dimana dalam proses tersebut, rakyat diberi peran penting dalam menentukan atau memutuskan berbagai hal yang menyangkut kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa dan negara. Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik, tetapi keduanya tidak sama. Sebagai suatu konsep demokrasi adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan yang juga mencakup seperangkat praktik yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. Demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan. Artinya, kebebasan yang dimiliki rakyat dan dijalankan sendiri oleh rakyat, sehingga kebebasan yang mereka miliki dapat dilaksanakan secara bertanggung jawab dan tidak melanggar kebebasan yang dimiliki orang lain.

2. Prinsip-prinsip Demokrasi
Prinsip-prinsip Demokrasia. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga negara.
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum.

Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain sebagai berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang;
b. Kedudukan yang sama dalam hukum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang
Prinsip Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat yang dijiwai oleh dan diintegrasikan dengan keseluruhan sila-sila dalam Pancasila. Ciri khas demokrasi Pancasila adalah musyawarah mufakat. Corak khas demokrasi Pancasila dapat dikenali dari sisi formal dan material. Dari sisi formal, demokrasi Pancasila mengandung makna bahwa setiap pengambilan keputusan sedapat mungkin didasarkan pada prinsip musyawarah untuk mufakat. Dari sisi material, demokrasi Pancasila menampakkan sifat kegotongroyongan.
Prinsip-prinsip demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut :
a. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Keseimbangan antara hak dan dan kewajiban.
c. Kebebasan yang bertanggung jawab.
d. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
f. Mengutamakan keputusan dengan musyawarah mufakat.
g. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Makna Budaya Demokrasi
Pertama kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota Athena dengan demokrasi langsung, yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat secara bersama-sama diikutsertakan dalam menetapkan garis-garis besar kebijakan pemerintah negara baik dalam pelaksanaan maupun permasalahannya.

Dalam demokrasi, semua warga negara diandaikan memiliki hak hak politik yang sama, jumlah suara yang sama, hak pilih yang sama, dan akses atau kesempatan yang sama untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Tidak seorang pun mempunyai pengaruh lebih besar dari pada orang lain dalam proses pembuatan kebijakan. Kesamaan di sini juga termasuk kesamaan didepan hukum dari rakyat jelata sampai pejabat tinggi. Semuanya sama di hadapan hukum.
1) Di bidang ekonomi, stiap individu memiliki hak yang sama melakukan usaha ekonomi (berdagang, bertani, berkebun, menjual jasa, dan sebagainya) Untuk memenuhi dan meningkatkan taraf hidupnya.
2) Di bidang budaya, setiap individu mempunyai kesamaan hak dalam mengembangkan seni, misalnya, berkreasi dalam seni tari, seni lukis, seni musik, seni pahat, seni bangunan (arsitektur), dan sebagainya.
3) Di bidang politik, setiap orang memilih hak politik yang sama, yakni setiap individu berhak secara bebas memilih, menjadi anggota salah satu partai politik, atau mendirikan partai politik baru sesuai perundang undangan yang berlaku. Juga memiliki hak dalam pengambilan keputusan baik dalam lingkup keluarga atau masyarakat melalui mekanisme yang disepakati dengan tidak membedakan status, kedudukan, jenis kelamin, agama, dan sebagainya.
4) Di bidang hukum, setiap individu memiliki kedudukan yang sama, yakni berhak untuk mengadakan pembelaan, penuntutan, berperkara di depan pengadilan.
5) Di bidang pertahanan dan keamanan, setiap individu mepunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pembelaan negara.

Sunday 15 February 2015

INDAHNYA HAK DAN KEWAJIBAN DALAM BERDEMOKRASI

A. Hakikat Warga Negara dalam Sistem Demokrasi
Suatu Ketika ada seorang murid yang bertanya pada gurunya "Apa Pentingnya Negara untuk rakyatnya? kita bisa membanyangkan jika ada seseorang yang tidak punya negara/kewarganegaraan menghadapi suatu masalah di suatu negara bagaimana nasibnya. Beberapa waktu yang lalu ketika pemerintah RI mengeksekusi mati 6 orang gembong narkoba, kita tahu betapa kerasnya negara tempat gembong narkoba tersebut ber asal memperjuangkan nasibnya agar tidak jadi di eksekusi mati. Serta betapa keras usaha kedutaan besar Indonesia yang berada di arab saudi yang juga mengusahakan para TKI yang terancam hukuman mati di negara tersebut, bisa kita bayangkan jika saja kita yang dihadapkan pada masalah itu dan kebetulan kita tidak punya kewarganegaraan......

1.Pengertian Warga Negara
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa " Yang Menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara." dan ketentuan terhadap kewarganegaraan diatur lebih lanju di dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 lebih lengkapnya bisa di downlod di : http://adf.ly/yVzy8
Secara umum warga negara dapat diartikan warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Secara Umum negara-negara di dunia ini menentukan kewarganegaraan berdasarkan dua asas yaitu asas Ius Soli (berdasar tempat kelahiran) dan Asas Ius Sanguinis (berdasar kewarganegaraan orang tua/keturunan ) dalam UU No 12 Tahun 2006 ada 4 asas kewarganegaraan yaitu :
  • Asas Ius Sanguinis (law of blood) merupakan asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
  • Asas Ius Soli (law of the soil) secara terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
  • Asas Kewarganegaraan Tunggal merupakan asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
  • Asas Kewarganegaraan Ganda terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Masalah yang sering timbul dalam problem kewarganegaraan ini adalah:
  • Apatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang yang tidak memiliki kewarganegaraan.
  • Bipatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki dua kewarganegaraan.
  • Ada juga istilah ketiga yaitu multipatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki lebih dari dua kewarganegaraan .
Nah tiga hal ini paling sering terjadi karena adanya perbedaan antara kewarganegaraan orang tuanya dengan asas yang dianut negara tempat kelahirannya.
 
2. Sistem Demokrasi
Demokrasi adalah kedaulatan rakyat, artinya rakyat mempunyai kekuasaan penuh untuk mengelola negara. Sehingga kemajuan sebuah negara merupakan tanggung jawab seluruh rakyatnya. Oleh karena itu dalam negara demokrasi rakyat berkewajiban untuk
  • Menghargai dan menjunjung tinggi hukum
  • Menjunjung tinggi ideologi dan konstitusi negara
  • Mengutamakan kepentingan negara
  • Ikut serta dalam berbagai bentuk kegiatan politik
  • Mengisi kemerdekaan dan aktif dalam pembangunan
Negara Indonesia menganut sitem Demokrasi Pancasila yang mengandung beberapa nilai moral yang bersumber dari pancasila, yaitu :
  • Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
  • Keseimbangan antara hak dan kewajiban
  • Pelaksanaan kebebasan yang dipertanggung jawabakan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri dan orang lain
  • Mewujudkan rasa keadilan sosial
  • Pengambilan keputusan dengan msyawarah mufakat
  • Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan
  • Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
 
B. Hak Warga Negara dalam Proses Demokrasi
 
1. Pengertian Hak

Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya: hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru dan sebagainya. “Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.
Contoh Hak Warga Negara Indonesia
- Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
- Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
- Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
- Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
- Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
-Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh
- Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku


2. Hak Warga Negara dalam Proses Demokrasi
Ketentuan Undang-Undang Dasar tahun 1045 di dalam pasal 27(1), 27(2), 28, 28D(3), 28E(3), 1(2), 2(1), 6A(1), 19(1) dan 22C(1) mengarahkan bahwa negara harus memenuhi segala bentuk hak warga negaranya, khususnya berkaitan dengan hak politik warga negara dan secara khusus tentang hak dipilih dan memilih dalam proses demokrasi yaitu pengunaan hak pilih dalam Pemilu



C. Kewajiban Warga Negara dalam Proses Demokrasi
1. Pengertian Kewajiban
Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan (Prof. Dr. Notonagoro). Sedangkan Kewajiban adalah Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia
  • Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
  • Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
  • Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
  • Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
  • Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik
 D. Fungsi Tanggung Jawab Warga Negara dalam Proses Demokrasi
Selain Hak dan Kewajiban, warga negara Indonesia memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan Demokrasi Pancasila yaitu : setiap warga negara Indonesia
  • Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sitem Demokrasi Pancasila
  • Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemilihan umum secara LUBER, JURDIL
  • Bertanggung jawab atas pelaksanaan hukum dan pemerintahan 
  • Bertanggung jawab atas usaha pembelaan negara
  • Bertanggung jawab atas pelaksanaan hak-hak asasi manusia, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan

Wednesday 4 February 2015

UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)</COMP>
                 <COMP NAME=nomor>NOMOR 20 TAHUN 2001 (20/2001)</COMP>
                            TENTANG
       <COMP NAME=tentang>PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999
          TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI</COMP>

               <COMP NAME=dasar>DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.   bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa;
b.   bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
c.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Mengingat :
1.   Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945;
2.   Undang-undang <REFR DOCNM="81uu008">Nomor 8 Tahun 1981</REFR> tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
3.   Undang-undang <REFR DOCNM="99uu028">Nomor 28 Tahun 1999</REFR> tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
4.   Undang-undang <REFR DOCNM="99uu031">Nomor 31 Tahun 1999</REFR> tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874);</COMP>

<COMP NAME=teks>Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :  UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.

                            Pasal I

Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah sebagai berikut:
1.   Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi Pasal angka 1 Undang-undang ini.
2.   Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, rumusannya diubah dengan tidak mengacu pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-masing pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diacu, sehingga berbunyi sebagai berikut:

                            Pasal 5

(1)  Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a.   memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b.   memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2)  Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

                            Pasal 6

(1)  Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a.   memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
b.   memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
(2)  Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

                            Pasal 7

(1)  Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
a.   pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
b.   setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c.   setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d.   setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
(2)  Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

SELENGKAPNYA BISA DI DOWNLOD DI :  http://adf.ly/yWB36

UNDANG-UNDANG KEWARGANEGARAAN NOMOR 12 TAHUN 2006



UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 12 TAHUN 2006
                            TENTANG
              KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

               DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin potensi, harkat, dan martabat setiap orang sesuai dengan hak asasi manusia;
b.bahwa warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok dari suatu negara yang memiliki hak dan kewajiban yang perlu dilindungi dan dijamin pelaksanaannya;
c.bahwa Undang‑Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang‑Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang‑Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia sehingga harus dicabut dan diganti dengan yang baru;
d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang‑Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;

Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (4), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28J Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

                  Dengan Persetujuan Bersama
          DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                              dan
                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                          MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
UNDANG‑UNDANG TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA.

                             BAB I
                        KETENTUAN UMUM
                            Pasal 1

Dalam Undang‑Undang ini yang dimaksud dengan:
1.Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang‑undangan.
2.Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.
3.Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
4.Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
5.Pejabat adalah orang yang menduduki jabatan tertentu yang ditunjuk oleh Menteri untuk menangani masalah Kewarganegaraan Republik Indonesia.
6.Setiap orang adalah orang perseorangan, termasuk korporasi.
7.Perwakilan Republik Indonesia adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia, Konsulat Republik Indonesia, atau Perutusan Tetap Republik Indonesia.

                            Pasal 2

Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang‑orang bangsa Indonesia asli dan orang‑orang bangsa lain yang disahkan dengan undang‑undang sebagai warga negara.

                            Pasal 3

Kewarganegaraan Republik Indonesia hanya dapat diperoleh berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam Undang-
Undang ini.

                            BAB II
                    WARGA NEGARA INDONESIA
                            Pasal 4

Warga Negara Indonesia adalah:
a.setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
b.anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia;
c.anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
d.anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
e.anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
f.anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
g.anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
h.anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
i.anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j.anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
k.anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
l.anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
m.anak dari seorang ayah atau ibu yang te1ah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

                            Pasal 5

(1)Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
(2)Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

                            Pasal 6

(1)Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
(2)Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.
(3)Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

                            Pasal 7

Setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai orang asing.

                            BAB III
                SYARAT DAN TATA CARA MEMPEROLEH
              KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
                            Pasal 8

Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan.

                            Pasal 9

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b.pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut‑turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut‑turut;
c.sehat jasmani dan rohani;
d.dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
f.jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
g.mempunyai pekerjaan dan/ atau berpenghasilan tetap; dan
h.membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

                           Pasal 10

(1)Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Presiden melalui Menteri.
(2)Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat.

                           Pasal 11

Menteri meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disertai dengan pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima.

                           Pasal 12

(1)Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya.
(2)Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                           Pasal 13

(1)Presiden mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan.
(2)Pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3)Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada pemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.
(4)Penolakan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai alasan dan diberitahukan oleh Menteri kepada yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.

                           Pasal 14

(1)Keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permohonan pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal pemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
(2)Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan Presiden dikirim kepada pemohon, Pejabat memanggil pemohon untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
(3)Dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan ternyata pemohon tidak hadir tanpa alasan yang sah, Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum.
(4)Dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagai akibat kelalaian Pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia di hadapan Pejabat lain yang ditunjuk Menteri.

                           Pasal 15

(1)Pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan di hadapan Pejabat.
(2)Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat berita acara pelaksanaan pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.
(3)Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia, Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia kepada Menteri.

                           Pasal 16

Sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) adalah:
Yang mengucapkan sumpah, lafal sumpahnya sebagai berikut:
Demi Allah/demi Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya dengan sungguh‑sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang dibebankan negara kepada saya sebagai Warga Negara Indonesia dengan tulus dan ikhlas.
Yang menyatakan janji setia, lafal janji setianya sebagai berikut:
Saya berjanji melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya dengan sungguh‑sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang dibebankan negara kepada saya sebagai Warga Negara Indonesia dengan tulus dan ikhlas.

LEBIH LENGKAPNYA SILAHKAN DOWNLOD DI